Uwais AlQarni, Pemuda yang dijanjikan Syurga
Suatu waktu, Uwais mendengar kabar bahwa gigi Rasulullah patah karena dilempari batu oleh kaum Thaif yang tidak menerima dakwah Islam. Merespons hal itu, Uwais pun ikut mematahkan giginya sendiri dengan batu untuk merasakan derita yang dialami Rasulullah. Karena tidak dapat menahan lagi kerinduannya pada Rasulullah, Uwais meminta izin pada ibunya agar diperkenankan pergi menemui Rasulullah SAW di Madinah. Ibunya merestui kepergian Uwais ke Madinah, namun dengan syarat agar ia cepat pulang ke Yaman. Selepas perjalanan panjang ke Madinah, Uwais ternyata hanya bertemu Aisyah RA. Nabi Muhammad SAW rupanya sedang berada di medan perang. Karena tidak bisa berjumpa dengan Rasulullah, Uwais akhirnya hanya menitipkan salam kepada Nabi Muhammad melalui Aisyah. Ia segera teringat pesan ibunya agar cepat pulang ke Yaman. Ketaatan pada ibunya mengalahkan keinginan Uwais untuk menunggu dan bertemu Rasulullah SAW. Akhirnya, Uwais pun kembali ke Yaman tanpa pernah berjumpa langsung dengan Rasulullah. Hingga akhir hayatnya, Uwais Al-Qarni dianggap sebagai tabi'in dan tidak bisa dikategorikan sebagai sahabat nabi. Sebab, salah satu indikator seseorang disebut sebagai sahabat harus bertemu langsung dengan Rasulullah. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Al-Ishabah fi Tamyizi As-Sahabah (1995) menuliskan definisi sahabat sebagai “orang yang pernah berjumpa dengan Nabi SAW dalam keadaan beriman kepadanya, serta meninggal dalam keadaan Islam.” Uwais Al-Qarni bukan bagian dari golongan sahabat, jika merujuk pada definisi Ibnu Hajar di atas.
Kendati demikian, sosok Uwais dianggap sebagai pemimpin para tabi'in berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW kepada Umar bin Khattab: "Jika kamu bisa meminta kepadanya [Uwais Al-Qarni] untuk memohonkan ampun pada Allah untukmu, maka lakukanlah!". Di riwayat lain, redaksinya berbunyi: "Apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istigfarnya karena dia adalah penghuni langit, bukan bumi." Sabda Rasulullah itu terus dipegang oleh Umar bin Khattab sampai ia diangkat menjadi khalifah kedua dalam Kekhalifahan Rasyidin. Setiap kali datang jemaah haji dari Yaman, Umar bin Khattab selalu menanyakan mengenai keberadaan Uwais Al-Qarni. Suatu waktu, Umar bin Khattab bertanya kepada jemaah haji: "Apakah kalian mengenal Uwais Al-Qarni?" Sekelompok jemaah dari Yaman menjawab: "Iya". Umar kemudian menimpali lagi, "Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?” Mereka menjawab tanpa mengetahui derajat Uwais, “Kami meninggalkannya dalam keadaan miskin harta benda dan pakaiannya usang.” Umar bin Khattab berkata kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah SAW pernah bercerita tentang Uwais. Kalau dia bisa memohonkan ampun untuk kalian, lakukanlah!” Beberapa waktu kemudian, Umar bin Khattab akhirnya berjumpa dengan Uwais Al-Qarni.
Umar pun meminta Uwais agar mendoakannya. Selain itu, Umar juga bermaksud memberi santunan dan meminta walikota Irak agar memuliakan Uwais. Namun, tawaran Umar itu ditolak oleh Uwais. Ia ingin agar hidupnya tenang dan dapat beribadah tanpa gangguan orang lain. "Biarlah saya berjalan di tengah lalu lalang kerumunan tanpa dipedulikan banyak orang," kata Uwais kepada Umar bin Khattab, sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak (2020) yang ditulis Sihabul Milahudin.
Beberapa tahun setelah bertemu Umar, Uwais akhirnya meninggal dunia. Rumah Uwais pun penuh didatangi orang-orang yang bertakziah. Masyarakat Yaman saat itu heran dengan orang-orang yang berebut untuk menyalatkan dan menguburkan jenazah Uwais. Selama ini, Uwais hanya dikenal sebagai pemuda miskin, bersahaja, berbaju lusuh, dan bukan orang terpandang di Yaman. Lantas, kenapa banyak rombongan orang bertakziah di hari kematiannya? Dalam buku Kisah Kehidupan Uwais Al-Qarni Sang Penghuni Langit Kekasih Tuhan Semesta Alam (2018), Muhammad Vandestra menuliskan bahwa banyak orang meyakini bahwa yang ingin memandikan, menyalatkan, dan menguburkan jenazah Uwais adalah para malaikat, bukan dari golongan manusia.
Posting Komentar